Wonosobo, 14 September 2025 – Suasana malam Minggu di sebuah kafe di Desa Jolontoro, Kecamatan Sapuran, Wonosobo, berubah mencekam setelah seorang anggota TNI, Serda SR, tewas dibacok ketika berusaha melerai keributan. Peristiwa yang terjadi dini hari itu menimbulkan tanda tanya besar, mengingat korban bukanlah bagian dari keributan, melainkan pihak yang mencoba meredam konflik.
Kronologi Kejadian
Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan bahwa insiden bermula pada Sabtu (13/9) sekitar pukul 20.00 WIB. Usai melakukan pemantauan wilayah, Serda SR mampir ke sebuah kafe untuk makan malam.
Hingga sekitar pukul 23.45 WIB, suasana kafe mendadak ricuh akibat keributan antara seorang pengunjung berinisial I dengan pegawai kafe. Melihat situasi tidak kondusif, Serda SR berinisiatif melerai agar perselisihan tidak semakin meluas.
“Korban kemudian membawa pelaku menuju parkiran restoran,” jelas Andy, salah seorang saksi mata, melalui pesan singkat.
Namun, yang terjadi di parkiran justru di luar dugaan. Bukannya tenang, I malah menuju mobil Daihatsu Veloz putih miliknya. Dari dalam kendaraan, ia mengambil senjata tajam. Tanpa banyak kata, I langsung menyerang korban dari belakang. Bacokan tepat mengenai pipi kiri bawah Serda SR.
Korban seketika tersungkur. Meski sempat dilarikan ke rumah sakit, nyawanya tidak tertolong. Pelaku segera melarikan diri dengan mobilnya meninggalkan lokasi.
Fakta yang Menjadi Sorotan
1. Korban bukan pelaku keributan, melainkan penengah. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius terkait motif pelaku yang berujung menyerang pihak yang justru mencoba menolong.
2. Penggunaan senjata tajam menandakan eskalasi kekerasan yang terencana atau setidaknya disengaja, bukan reaksi spontan biasa.
3. Pelaku melarikan diri pascakejadian, yang memperkuat dugaan adanya kesadaran hukum dari pelaku untuk menghindari tanggung jawab.
Analisis Hukum
Peristiwa ini tidak bisa dipandang sekadar perkelahian biasa. Ada sejumlah pasal yang berpotensi dikenakan kepada pelaku:
1. Pasal 338 KUHP – Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Unsur kesengajaan sangat mungkin terpenuhi karena pelaku secara sadar mengambil senjata tajam dan mengarahkan serangan ke bagian vital korban.
2. Pasal 340 KUHP (Pembunuhan Berencana) – Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun.
Jika penyidik menemukan bukti bahwa pelaku sempat mengambil senjata dengan jeda waktu tertentu sebelum menyerang, maka unsur “rencana” dapat diperdebatkan.
3. Pasal 351 ayat (3) KUHP – Jika mengakibatkan mati, maka pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Pasal ini biasanya digunakan untuk kasus penganiayaan yang berujung kematian. Namun, melihat intensitas serangan dan penggunaan senjata tajam, pasal ini bisa dipandang terlalu ringan.
4. UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951, Pasal 2 ayat (1) – Barang siapa tanpa hak memasukkan, membuat, menguasai, membawa, menyimpan, atau mempergunakan senjata tajam yang bukan untuk kepentingan sah, diancam pidana penjara 10 tahun.
Penggunaan senjata tajam di ruang publik tanpa alasan sah menjadi delik tambahan yang memperberat tuntutan.
Edukasi Hukum untuk Masyarakat
Peristiwa ini memberi pelajaran penting bagi masyarakat:
Melibatkan diri dalam keributan harus dengan hati-hati. Serda SR memiliki niat baik, namun tindakan orang lain yang dikuasai emosi bisa berakibat fatal.
Penggunaan senjata tajam di ruang publik adalah tindak pidana. Bukan hanya saat digunakan, sekadar membawa tanpa izin sudah melanggar hukum.
Pasal 338 dan 340 KUHP berbeda dampaknya. Pasal 338 menjerat pembunuhan spontan, sedangkan Pasal 340 menjerat pembunuhan dengan rencana. Penentuan pasal akan sangat memengaruhi beratnya hukuman.
Masyarakat berhak menuntut transparansi penegakan hukum. Dalam kasus yang menyangkut aparat TNI atau Polri, masyarakat perlu mengawasi agar proses hukum tidak mandek.
Kasus ini bukan hanya soal kriminalitas biasa, melainkan juga menyangkut wibawa negara karena korban adalah prajurit TNI yang sedang menjalankan kewajiban moralnya menjaga ketertiban. Aparat kepolisian diharapkan segera menangkap pelaku, mengusut tuntas, serta menjerat dengan pasal yang paling relevan dan berat agar menimbulkan efek jera.
Masyarakat Wonosobo kini menunggu jawaban: apakah hukum akan benar-benar ditegakkan, ataukah kasus ini akan terhenti pada sekadar berita duka?
(75)

