-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Bantah Tudingan, Kades Pegagan Julu VI Tegaskan Dirinya Justru Jadi Korban Perlawanan Petugas

6 Oktober 2025 | Oktober 06, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-08T01:25:14Z


DAIRI, PijarHukum.com –Sejumlah pemberitaan di beberapa media online baru-baru ini ramai mengabarkan bahwa Kepala Desa Pegagan Julu VI, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, dilaporkan ke polisi karena diduga melakukan penganiayaan terhadap wartawan. Media seperti Boaboa.id dan RadarMedan.com bahkan menulis judul yang mengarah pada tudingan sepihak terhadap sang kepala desa.


Namun, berdasarkan dokumen resmi Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Polres Dairi Nomor: LP/B/355/IX/2025/SPKT/POLRES DAIRI/POLDA SUMATERA UTARA, justru diketahui bahwa pihak pelapor dalam kasus tersebut adalah Kepala Desa Pegagan Julu VI, Edward Sorianto Sihombing, yang melaporkan adanya dugaan tindak pidana melawan petugas yang sedang bertugas sebagaimana diatur dalam Pasal 212 KUHP.


Dalam laporan yang dibuat pada 11 September 2025 tersebut, Edward Sorianto Sihombing melaporkan kejadian yang terjadi pada 4 September 2025 di Kantor Desa Pegagan Julu VI. Laporan menyebut adanya tindakan melawan petugas oleh pihak Abed Nego P. Manalu dan Bangun M.T. Manalu, yang saat itu datang ke kantor desa dan terlibat adu argumentasi yang berujung pada kegaduhan.


Isi laporan secara jelas menyatakan bahwa pelapor adalah Edward Sorianto Sihombing, seorang perangkat desa, bukan wartawan seperti yang diberitakan di beberapa media. Dengan demikian, pemberitaan yang menyebutkan bahwa “wartawan melaporkan kepala desa ke polisi” tidak sesuai dengan data resmi kepolisian.


Laporan Edward mengacu pada Pasal 212 KUHP, yang berbunyi:

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda.”


Pasal ini menjadi dasar hukum dalam laporan karena peristiwa yang terjadi dianggap mengandung unsur perlawanan terhadap pejabat yang sedang menjalankan tugasnya di lingkungan pemerintahan desa.


Kades: “Saya Justru Ingin Tegakkan Kebenaran”

Dalam pernyataan klarifikasinya, Edward Sorianto Sihombing menegaskan bahwa ia merasa perlu meluruskan pemberitaan yang berkembang di publik.

“Saya bukan dilaporkan, tetapi justru saya yang melapor ke polisi karena merasa ada perlawanan terhadap petugas yang sedang menjalankan tugas sah di kantor desa. Beberapa media telah menulis berita yang tidak sesuai dengan fakta hukum,” ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (6/10/2025).


Edward menambahkan bahwa kehadiran pihak yang ia laporkan pada saat kejadian bukan dalam kapasitas resmi sebagai jurnalis yang menjalankan peliputan, melainkan membawa kepentingan pribadi tertentu yang memicu ketegangan.

“Kami tetap menghormati kerja pers, tapi jangan ada yang memutarbalikkan fakta. Laporan polisi saya tercatat resmi di Polres Dairi, lengkap dengan nomor registrasi dan tanda tangan penyidik,” tambahnya.


Sejumlah pemerhati hukum dan masyarakat di Dairi menilai perlu adanya klarifikasi publik atas berita-berita yang tidak berdasar pada dokumen resmi. Mereka mengingatkan media agar tetap mengedepankan asas verifikasi dan keseimbangan berita (cover both sides) sebagaimana diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.


Pasal 5 ayat (1) UU Pers menegaskan bahwa pers wajib memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Dalam konteks ini, berita yang hanya menampilkan satu sisi tanpa klarifikasi dinilai dapat mencederai prinsip dasar jurnalisme profesional.


Sementara itu, berdasarkan dokumen resmi yang ditandatangani AIPTU Maringan Pahala Silitonga, selaku Kanit III SPKT Polres Dairi, laporan Edward telah diterima dan akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme hukum yang berlaku. Masyarakat dapat memantau perkembangan perkara tersebut melalui situs resmi https://sp2hp.bareskrim.polri.go.id/

.

Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama media massa, agar tidak tergesa-gesa mempublikasikan berita tanpa memverifikasi sumber resmi. Fakta hukum menunjukkan bahwa laporan ke Polres Dairi berasal dari pihak Kepala Desa, bukan terhadapnya, sebagaimana diberitakan sejumlah media.


Dengan demikian, pemberitaan yang menyebut “wartawan melaporkan kepala desa” dapat dikategorikan tidak akurat dan menyesatkan publik, serta berpotensi melanggar prinsip dasar jurnalisme berimbang.


(75)