PijarHukum.com – Semarang Raya, 27 Oktober 2025 - Isu dugaan pelecehan agama yang menyeret nama “Ibo”, pengusaha hiburan malam Paradise Karaoke di Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, menjadi perbincangan hangat publik dalam sepekan terakhir. Namun, di balik derasnya arus pemberitaan dan opini di media sosial, muncul pula dugaan bahwa kasus ini telah dibelokkan melalui praktik doxing dan framing pemberitaan oleh sejumlah pihak.
Sejumlah sumber menyebut, beredarnya potongan video dan narasi sepihak di dunia maya tanpa konteks utuh memunculkan kesalahpahaman publik. Bahkan, beberapa media online lokal dinilai tidak menjalankan prinsip dasar jurnalisme berimbang sebelum menayangkan informasi yang sensitif terkait isu agama.
Kapolsek Bandungan, AKP Hadi Santoso, saat dikonfirmasi menyatakan bahwa pihak kepolisian masih melakukan pendalaman terhadap laporan yang beredar.
“Belum ada kesimpulan resmi. Kami masih memeriksa keterangan saksi-saksi dan memastikan tidak ada provokasi yang dapat mengganggu ketertiban umum,” ujarnya.
Senada dengan itu, Ketua PBNU Kabupaten Semarang, KH. Ahmad Fadholi, menegaskan agar masyarakat tetap menahan diri.
“Umat harus cerdas menyikapi informasi. Jangan mudah terprovokasi isu yang belum jelas sumbernya. Serahkan sepenuhnya kepada aparat hukum,” imbaunya.
Ketua GP Ansor Kabupaten Semarang, Muhammad Rizal, juga menegaskan bahwa pihaknya menolak segala bentuk pelecehan agama, namun ia mengingatkan agar publik tidak menghakimi seseorang sebelum bukti lengkap terverifikasi.
“Kalau benar ada kesalahan, biar hukum yang bicara. Tapi kalau ternyata ada manipulasi berita atau doxing oleh oknum media, itu juga pelanggaran etika yang harus ditindak,” tegasnya.
Praktik doxing—yakni penyebaran data pribadi atau informasi seseorang tanpa izin untuk menjatuhkan reputasi—merupakan pelanggaran hukum dan kode etik jurnalistik.
Pakar hukum komunikasi Universitas Semarang, Dr. Evi Ramadhani, menjelaskan bahwa tindakan semacam ini bisa dijerat dengan UU ITE Pasal 27 dan 36, karena menyebarkan informasi pribadi dengan niat merugikan pihak lain.
“Dalam konteks ini, wartawan wajib memverifikasi kebenaran data sebelum publikasi. Masyarakat pun perlu bijak agar tidak ikut menyebarkan hoaks atau ujaran kebencian,” jelasnya.
Pantauan lapangan menunjukkan situasi Kecamatan Bandungan masih aman dan terkendali. Aktivitas pariwisata berjalan seperti biasa, sementara warga berharap isu ini segera diselesaikan melalui jalur hukum dan musyawarah.
“Bandungan ini daerah wisata yang hidup dari kenyamanan dan keamanan. Jangan sampai isu agama atau berita provokatif merusak keharmonisan yang sudah terjaga lama,” kata Agus Santoso, tokoh masyarakat setempat.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat dan insan pers untuk lebih berhati-hati dalam mengonsumsi serta menyebarkan informasi.
Menjaga kerukunan antarumat beragama bukan hanya tugas aparat dan tokoh agama, tapi juga tanggung jawab bersama warga digital yang harus cerdas memilah informasi.
Redaksi PijarHukum.com menegaskan bahwa setiap kasus hukum harus disikapi dengan kepala dingin dan sesuai prosedur. Tuduhan, fitnah, dan doxing tidak boleh menggantikan proses hukum yang adil dan transparan.
(75)
