Dairi – PijarHukum.com – Penanganan kasus dugaan tindak pidana penganiayaan di Desa Sungai Raya, Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Kabupaten Dairi, kini menuai tanda tanya besar. Pasalnya, meski dalam laporan polisi disebutkan ada dua terlapor, yaitu Rejeki Andreas Malau alias Andre Malau (25) dan Hotman Malau, namun hanya Andre Malau yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Polres Dairi.
Berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Nomor: LP/B/280/VII/2025/SPKT/POLRES DAIRI/POLDA SUMATERA UTARA, pelapor Sarjono Simbolon melaporkan tindak pidana “penganiayaan secara bersama-sama” sebagaimana diatur dalam Pasal 170 Ayat (1) KUHP, dengan dua orang sebagai pelaku: Andre Malau dan Hotman Malau.
Namun dalam perjalanan penyidikan, terlihat adanya perubahan yang cukup janggal. Pasal 170 KUHP yang menekankan unsur bersama-sama justru seolah hilang, bergeser hanya menjadi Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Akibatnya, kasus ini seolah-olah menggambarkan pelaku tunggal, yakni Andre Malau.
Dokumen yang Menguak Kejanggalan
1. SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) yang dikirim Polres Dairi ke Kejaksaan Negeri Dairi, jelas mencantumkan pasal yang digunakan adalah 170 Ayat (1) Subs 351 KUHP.
2. Surat Perintah Penangkapan Nomor: Sp.Kap/101/IX/RES.1.6/2025/Satreskrim hanya ditujukan kepada satu orang, yakni Rejeki Andreas Malau alias Andre Malau. Nama Hotman Malau yang disebut dalam laporan awal justru tidak tersentuh proses hukum.
3. SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) menunjukkan pemeriksaan saksi masih berlangsung, namun tindak lanjut terhadap Hotman Malau tampak tidak jelas.
Analisis Hukum: Pasal 170 KUHP vs Pasal 351 KUHP
Pasal 170 KUHP (Penganiayaan secara bersama-sama):
Unsur utama: dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Ancaman pidana: maksimal 5 tahun 6 bulan, dan dapat lebih berat bila mengakibatkan luka berat atau kematian.
Memberikan pesan hukum bahwa kekuatan massa atau kebersamaan dalam melakukan kekerasan dianggap lebih berbahaya bagi ketertiban umum.
Pasal 351 KUHP (Penganiayaan biasa):
Unsur utama: dilakukan oleh individu.
Ancaman pidana: maksimal 2 tahun 8 bulan, atau 5 tahun bila mengakibatkan luka berat.
Lebih ringan dibanding Pasal 170 karena tidak ada unsur “bersama-sama”.
Konsekuensinya, jika kasus ini dipersempit hanya ke Pasal 351, maka:
Satu orang pelaku saja yang bertanggung jawab.
Hukuman yang dapat dijatuhkan lebih ringan.
Unsur “bersama-sama” yang sejak awal dikuatkan dalam laporan dan saksi-saksi, lenyap dari proses hukum.
Menanggapi kejanggalan ini, Jefri Manik, Ketua Jaringan Pendamping Kebijakan Negara (JPKN), menegaskan bahwa pihaknya akan mengawasi langsung jalannya proses hukum di Polda Sumut.
“Kami menduga ada upaya pelemahan perkara dengan menghilangkan Pasal 170 KUHP yang jelas-jelas relevan dengan laporan awal dan keterangan saksi. Jika benar ada dua pelaku, maka kedua-duanya harus diproses hukum tanpa tebang pilih. Kami akan kawal kasus ini hingga ke tingkat Polda Sumut untuk memastikan tidak ada intervensi atau perlakuan khusus,” ujar Jefri.
Jefri menambahkan, bila aparat penegak hukum tidak menindaklanjuti laporan dengan adil, maka pihaknya akan membuka opsi pelaporan ke Propam Polri dan meminta pengawasan Kejaksaan Tinggi Sumut agar tidak terjadi penyimpangan dalam proses hukum.
Publik kini menuntut transparansi Polres Dairi dalam menangani kasus ini. Apakah penyidik akan menindaklanjuti keterlibatan Hotman Malau sesuai laporan awal dan keterangan saksi, atau justru membiarkan kasus ini berjalan timpang dengan hanya satu tersangka.
Kasus ini bukan hanya soal penganiayaan, melainkan juga menyangkut marwah penegakan hukum. Bila pasal yang tepat diabaikan, maka keadilan berpotensi dikorbankan.
Kasus ini akan terus dipantau oleh tim investigasi PijarHukum.com. Kami juga akan meminta tanggapan resmi dari pihak penyidik, Kejaksaan Negeri Dairi, serta Polda Sumut untuk memastikan penanganan perkara ini berjalan sesuai asas kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum.
(75)
.jpg)

