-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kasus Penganiayaan Kadus di Dairi: JPKN Pertanyakan Profesionalisme Polres, Akan Laporkan ke Propam dan Wasidik

19 September 2025 | September 19, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-08T01:28:59Z


Medan, PijarHukum.com
– Kasus dugaan penganiayaan terhadap Kepala Dusun (Kadus) Sarjono Simbolon di Desa Sungai Raya, Kabupaten Dairi, kini menimbulkan tanda tanya serius mengenai profesionalisme aparat penegak hukum di Polres Dairi.(19 September 2025)

Dua bersaudara, berinisial AM dan HM, dilaporkan melakukan pemukulan secara bersama-sama terhadap Sarjono. Kejadian ini sempat viral di media sosial dan mendapat perhatian luas masyarakat. Namun, penanganan perkara diduga lamban dan tidak transparan.


Penahanan Hanya Satu Pelaku, Korban Protes

Berdasarkan keterangan yang diterima dari penyidik Polres, hanya satu pelaku yang diamankan karena dinilai memenuhi unsur pidana. Sedangkan satu pelaku lainnya dianggap tidak memenuhi unsur sehingga tidak ditahan.

Keterangan ini jelas bertolak belakang dengan pernyataan korban. Menurut Sarjono, kedua pelaku bertindak bersamaan: satu menahan tubuh korban, sementara yang lain memukuli. Hal ini membuat korban tidak berdaya dan tidak dapat menghindar dari serangan.

“Jika salah satu pelaku menahan tubuh korban agar tidak bisa bergerak, maka perbuatan tersebut sudah masuk dalam kategori turut serta melakukan tindak pidana, bukan sekadar berada di tempat kejadian,” tegas keluarga korban saat ditemui.


Pandangan Hukum: Pasal yang Relevan

Secara hukum, penganiayaan diatur dalam:

  • Pasal 351 ayat (1) KUHP: “Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

  • Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP: “Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan dapat dipidana sebagai pelaku tindak pidana.”

Dengan demikian, jika terbukti salah satu pelaku memegang tubuh korban agar tidak bisa menghindar, perbuatan itu termasuk “turut serta melakukan penganiayaan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 KUHP. Seharusnya kedua pelaku diproses dengan status hukum yang sama.


Kritik JPKN dan WAPESEK

Ketua Umum Jaringan Pendamping Kebijakan Negara (JPKN) Jefri Manik, yang juga menjabat Ketua DPD Warga Peduli Sekitar (WAPESEK) Kota Medan, menyayangkan sikap Polres Dairi yang tidak menetapkan kedua pelaku sebagai tersangka.

“Setiap pelaku yang terlibat harus diproses. Tidak boleh ada rekayasa atau intervensi dari pihak manapun. Dimata hukum, semua orang sama. Jika keterangan korban jelas menyebut kedua pelaku terlibat, maka penyidik wajib objektif dalam menetapkan status hukum,” tegas Jefri.

Ia juga menyoroti adanya isu bahwa salah satu pelaku diduga memiliki “backing” dari pejabat tertentu di Polri sehingga kasus sempat mandek. “Jika benar ada deking, ini jelas melukai rasa keadilan masyarakat dan mencoreng marwah kepolisian,” tambahnya.


Langkah Hukum: Laporan ke Propam dan Wasidik

JPKN menegaskan akan mengawal kasus ini hingga tuntas. “Kami akan melaporkan ke Propam Polda Sumut dan Wasidik Polda Sumut agar penanganan kasus ini terang benderang. Jika terbukti ada penyimpangan, maka Kapolres Dairi dan penyidik yang menangani harus dipertanggungjawabkan secara etik dan jabatan,” ujar Jefri.

Jefri juga menegaskan bahwa pihaknya akan mendampingi korban untuk melaporkan langsung kepada Kapolda Sumut. “Kami mengenal Kapolda Sumut sebagai sosok yang tegas dan anti terhadap korupsi serta penyalahgunaan jabatan. Bila ada penyidik yang tidak profesional, maka mutasi atau pergantian pimpinan di Polres Dairi adalah langkah yang tepat,” ucapnya dengan tegas.


Pentingnya Transparansi Penegakan Hukum

Kasus ini menjadi cerminan pentingnya profesionalisme aparat penegak hukum dalam menangani perkara pidana. Publik berhak mendapatkan penegakan hukum yang adil dan tidak diskriminatif.

Dalam prinsip hukum pidana, yang dikenal sebagai asas equality before the law (persamaan di hadapan hukum), setiap orang wajib diperlakukan sama tanpa memandang jabatan, status sosial, atau latar belakang.

Jika aparat penegak hukum terkesan hanya bertindak setelah kasus viral, maka wibawa hukum akan runtuh dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian semakin merosot.


JPKN bersama WAPESEK berkomitmen mengawal kasus ini agar korban memperoleh keadilan. “Kami akan terus mendampingi hingga ke jalur hukum tertinggi. Jangan ada lagi kasus yang ditangani setengah hati. Penganiayaan adalah tindak pidana serius, dan setiap pelaku harus diproses sesuai aturan perundang-undangan,” pungkas Jefri.


(75)