PijarHukum.com, Dairi - Keluarga Tirani Sihombing dari Desa Sungai Raya, Kecamatan Siempat Nempu Hulu, mengungkapkan ketidakpuasan terkait penangkapan anaknya, Andreas Malau, pada 3 September 2025 oleh pihak Polres Dairi. Kekecewaan tersebut mencuat karena penangkapan dilakukan tanpa pemberitahuan kepada keluarga dan tanpa menunjukkan surat penangkapan saat penahanan.
Andreas Malau ditangkap terkait dugaan pemukulan terhadap SS, anggota aparat Desa Sungai Raya. Namun, sejumlah saksi mata dan warga menilai Andreas tidak sepenuhnya bersalah. Kejadian bermula ketika SS merusak bola voli di lapangan milik keluarga Malau. Andreas menegur SS, lalu insiden saling pukul terjadi antara keduanya.Informasi lain menguatkan dugaan intimidasi terhadap saksi yang berasal dari pihak yang berseberangan.
Siman Marpaung, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sungai Raya, mengaku mendapatkan tekanan dan ancaman pemecatan dari pihak desa agar bersedia menjadi saksi pihak SS dalam proses hukum. Penangkapan Andreas juga dinilai tidak transparan karena surat penangkapan baru diberikan dua jam setelah penahanan, dan disampaikan oleh seorang remaja, bukan petugas kepolisian resmi.
Hotman Malau, kakak dan pemilik lapangan voli tempat kejadian, telah melaporkan SS ke polisi terkait perusakan bola voli tersebut. Keluarga Sihombing menuntut agar aparat kepolisian tegas dan tidak pilih kasih dalam pengusutan kasus ini, termasuk menangkap dan menindak SS sesuai hukum yang berlaku. Mereka berharap Kapolda Sumut Irjen Pol Wisnu Hermawan turut memantau kasus ini, dan jika tidak ada tindakan hukum setara, mereka siap mengawal kasus melalui jalur hukum dengan pengacara.
Kasat Reskrim Polres Dairi, Iptu Wilson Manahan Panjaitan, membantah adanya prosedur yang dilanggar, menegaskan bahwa penangkapan sudah sesuai dengan SOP kepolisian.
Aspek Hukum yang Relevan
Penangkapan tanpa menunjukkan surat perintah penangkapan seperti yang dialami Andreas Malau berpotensi melanggar ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya Pasal 17 dan Pasal 18 KUHAP yang mengatur tentang kewajiban menunjukkan Surat Perintah Penangkapan saat melakukan penahanan.Selain itu, tekanan dan intimidasi terhadap saksi sebagaimana dialami Siman Marpaung bisa melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang menjamin perlindungan saksi agar dapat memberikan keterangan tanpa tekanan dan rasa takut.
Kasus ini juga membuka perhatian pada penegakan hukum yang adil dan tidak diskriminatif sebagaimana diatur dalam Pasal 28D UUD 1945 dan prinsip non-diskriminasi dalam hukum pidana.
KesimpulanKasus pemukulan dan perusakan barang yang terjadi di Desa Sungai Raya tidak hanya menimbulkan persoalan hukum antar warga, tetapi juga memunculkan dugaan prosedur hukum yang tidak transparan dan potensi intimidasi saksi.
Keluarga korban dan warga menuntut penanganan yang adil dari aparat kepolisian, termasuk menindaklanjuti laporan terhadap SS secara setara demi penegakan hukum yang berimbang.
(75)


