PijarHukum.com, BANDAR LAMPUNG – Dua orang berinisial Y dan N, yang disebut sebagai oknum ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), diamankan oleh anggota Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Lampung, Senin (22/9/2025).
Keduanya ditangkap dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT) atas dugaan pemerasan terhadap seorang Kepala Dinas (Kadis) di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, aksi pemerasan itu terjadi saat keduanya meminta “jatah proyek” dari sang pejabat. Karena tidak sanggup memenuhi permintaan tersebut, Kadis yang bersangkutan akhirnya memberikan uang tunai senilai Rp20 juta.
“Ketika dana dikeluarkan dan diterima oleh oknum, langsung dilakukan OTT dengan barang bukti Rp20 juta,” ungkap seorang sumber.
Penangkapan berlangsung di salah satu kafe di wilayah Kota Bandar Lampung. Namun hingga berita ini diturunkan, pihak Polda Lampung belum memberikan keterangan resmi. Upaya konfirmasi kepada Dirreskrimum Polda Lampung, Kombes Pol. Indra Hermawan, juga belum mendapatkan jawaban.
Fenomena “Jatah Proyek” dan Penyalahgunaan Peran Ormas/LSM
Kasus ini mencerminkan wajah buram sebagian organisasi masyarakat (ormas) atau LSM yang menyalahgunakan fungsi kontrol sosial. Lembaga yang seharusnya menjadi pilar partisipasi masyarakat justru berubah menjadi alat tekanan dengan modus meminta jatah proyek, bahkan hingga ke praktik pemerasan.
Fenomena semacam ini bukan hal baru. Di banyak daerah, muncul pola relasi transaksional antara oknum ormas/LSM dengan pejabat publik, di mana kritik atau ancaman “menggiring opini” digunakan sebagai alat tawar untuk meminta uang maupun proyek.
Jika praktik ini dibiarkan, konsekuensinya adalah melemahnya tata kelola pemerintahan dan terbukanya ruang korupsi berjamaah yang melibatkan pihak eksternal.
Analisis Hukum
Dari aspek hukum, perbuatan oknum LSM tersebut berpotensi dijerat dengan beberapa pasal, antara lain:
1. Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun.
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan suatu barang, maka diancam karena pemerasan...”
2. Jika terbukti ada unsur meminta proyek atau keuntungan lain yang berkaitan dengan jabatan pejabat negara, maka dapat pula masuk dalam kategori tindak pidana korupsi sesuai Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3. Selain itu, penyidik juga dapat menelusuri apakah ada tindak pidana pencucian uang (TPPU) jika uang hasil pemerasan dialirkan atau disamarkan.
Penegakan hukum tidak cukup berhenti pada OTT terhadap Y dan N. Polda Lampung diharapkan menelusuri lebih jauh jaringan serta pola praktik pemerasan berkedok LSM yang kerap menjerat pejabat daerah.
Publik menanti langkah serius aparat penegak hukum untuk membongkar akar masalah, termasuk kemungkinan keterlibatan pihak lain yang selama ini memelihara budaya “jatah proyek.”
(75)
